Meningkatkan Intelektualitas dengan Shalat

17 02 2011

Meningkatkan Intelektualitas dengan Shalat

Shalat

Rukun Agama (Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan) pertama kali di presentasikan oleh Nabi Muhammad saw. kira-kira tahun 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di Masjid Madinah (Yatsrib). Kehidupan para sahabat Nabi terutama yang menghayati ketika Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan itu di presentasikan dan dinyatakan oleh beliau sebagai intisari ajaran agama Islam yang tercantum dalam Al-Quran, maka mereka hidup sebagai sesuai dengan tuntunan tersebut dalam arti yang seluas penghayatan mereka. Akan tetapi, ketika Islam sampai di Indonesia dengan aneka pengaruh yang masuk dalam hati dan jiwa mereka, maka Rukun Islam, Iman dan Ihsan tersebut hanya mempunyai kedudukan terfokus pada upaya merefleksikan pengabdian kepada Allah SWT. dalam arti yang khusus kejiwaan dan kerohanian saja, sedang kegiatan yang bersifat duniawi ditangani oleh macam-macam doktrin, baik yang berasal dari agama Islam maupun yang berasal dari luar Islam. Jarang sekali, kalau dikatakan tidak pernah –

Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan itu dipresentasikan dengan (selain sebagai inti ibadah) – metode pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, program kehidupan dan lain-lain. Karena itulah maka Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan seakan-akan dibelenggu oleh wilayah yang sempit dan tidak dapat beroperasi membangunkan umatnya ke daerah-daerah luas, seluas penciptaan-Nya (Allah SWT). Begitupun halnya dengan penjelasan sholat yang merupakan bagian dari rukun Islam, acapkali diberikan dengan serampangan saja (khususnya pada anak-anak) – tanpa dijelaskan mengapa pokok-pokok pikiran tersebut begitu penting untuk dipahami. Akibatnya shalat yang merupakan bagian dari Rukun Islam yang begitu hebat, cenderung di tinggalkan begitu saja atau hanya dilakukan karena sebatas perintah Allah semata, tanpa mengetahui makna apa yang terkandung di dalamnya.

Ketika seorang ayah atau ibu mengajarkan shalat kepada sang anak maka dengan mudah seorang ibu atau ayah tersebut mengatakan, “Ayo shalat kalau tidak kamu akan di bakar dan direbus di

neraka!” Ini sangat tidak manusiawi, karena tidak menyentuh pokok masalah secara maknawi. Cara

seperti inilah yang digunakan para penjajah dulu mendoktrinasi bangsa kita, hingga kita dijajah

selama bertahun-tahun lamanya. Bercermin dari hal itulah maka seyogyanya berikanlah pemahaman (sedikit demi sedikit) tentang tujuan akhir yang ingin dicapai, sehingga akan terjadi pembangunan karakter melalui kesadaran diri dari dalam, bukan dari luar. Sebagaimana Luqmanul Hakim memberikan nasihat kepada anaknya. Salah satu nasehatnya diabadikan dalam Al Qur’an Surat Luqman [31]:17 “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah [manusia] mengerjakan yang baik dan cegahlah [mereka] dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan [oleh Allah].” Sabda Nabi Muhammad saw. “Shalat itu tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya berarti dia membangun agama barangsiapa yang meninggalkannya berarti dia meruntuhkan agamanya.” (HR. Baihaqi) Firman Allah SWT:

“…… dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan manusia dari perbuatan yang keji dan munkar dan sesungguhnya ingat pada Allah adalah lebih besar (manfaatnya) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Ankabut: 45)

“Aku telah memilih kau. Maka dengarlah apa yang di wahyukan. Sungguh, Akulah Allah, Tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thahaa:13-14)

“Maka celakalah orang-orang yang shalat, yang melalaikan shalatnya. Mereka yang ingin dilihat orang, tetapi enggan (memberikan) sedekah (berupa) keperluan yang berguna.” (QS. Al Maa’uun:4-7)

“…..dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam……” (QS. al Isra: 78) “Sungguh manusia diciptakan penuh kegelisahan, bila di timpa kesusahan, suka berkeluh kesah. Tetapi jika menjalani kesenangan, kikir bukan kepalang. Tidak demikian orang yang shalat, yang setia mengerjakan shalat.” (QS. al Ma’aarij: 19-23)

“Bila kamu melaksanakan shalat, ingatlah Allah waktu berdiri, duduk dan berbaring disisimu. Tetapi bila kamu telah aman dari bahaya, dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat diwajibkan atas orang mukmin, pada waktu-waktu yang ditentukan.” (QS. an Nisaa’ : 103)

“Peliharalah shalat dan shalat wusthaa (shalat pertengahan- shalat Ashar) dan berdirilah karena Allah sekhusyuk hati.” (QS. al-Baqarah; 238)

“Bila selesai shalat, memencarlah kamu di muka bumi. Carilah karunia Allah. Ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu mencapai kejayaan.” (QS. al Jum’ah: 10)